Suara
hiruk pikuk dentuman music disco disertai dengan pancaran sinar lampu berwarna
warni dan gelak tawa pengunjung yang semakin larut dalam suasana pesta semakin
membuat Ega larut dan mabuk dalam pelukan teman wanitanya. “ayooo ga..minum
lagi, masa segitu aja loe dah puyeng” hahahaha gelak tawa dan ejekan Angga yang
mencoba memacu semangat Ega untuk kembali meneguk segelas Black Label yang
sudah 5 botol mereka habiskan berempat bersama wanita-wanita penghibur sebuah
discotik disalah satu sudut ibu kota negara.
Ega
yang sudah terlalu mabuk berat tersandar pada sebuah sofa sudut discotik itu,
dengan mata terpejam dan sesekali membuka matanya dan melihat keadaan
sekitarnya. Masih dilihatnya Angga bersama wanita itu, sedangkan wanita yang
menemaninya sudah tak tahu kemana rimbanya. “Ngga..jam berapa ini??” “baru jam
01.30 bro” “Astaga...gua besok ada kuliah pagi..!!!” “yukkk cabut ngga..!!” “ahhh
nyante ajalah lah ga, bolos sehari kenapa sehh?? Rajin amat loe kuliah?? Iya
kan manis..hahaha” jawab Angga sambil mencium pipi wanita malam yang sedari
tadi selalu berada dalam gandengannya.
“uhhh...nggak
bisa bro..beneran besok itu dosennya killer, klo gua nggak masuk lagi, bisa
berabe ntar nilai gua” “ahhh...iya deh...” “manis..abang jalan dulu ya..besok
malam gua datang lagi ya, ok??” sambil menganggukan wajahnya, wanita melepas
kepergian dua sahabat yang sudah berteman sejak lama, yang perkenalan mereka
dimulai sejak setelah peristiwa perceraian kedua orang tua Ega.
Setelah
membayar bill yang disodorkan oleh kasir, kedua sahabat ini langsung menuju
parkiran dan mobilnya serta melaju memecah
keheningan malam. Kedua sahabat ini memang merupakan anak orang berada, Angga
merupakan seorang anak pengusaha kaya yang bergerak dibidang pengembang sebuah
proyek perumahan elit di Jakarta dan Ega adalah anak seorang anggota dewan. Kedua
nya merupakan mahasiswa namun berbeda fakultas, Angga di Fakultas Ekonomi
sedangkan Ega di Fakultas Hukum. Dulu Ega tidak pernah sekali pun mengenal
dunia malam, baginya sehari-hari hanya dihabiskan dengan kuliah, maen PS,
nongkrong di Mall dan sesekali ia ke Perpustakaan Daerah untuk mencari beberapa
buku yang ia perlukan untuk menyelesaikan setiap tugas yang didapatkan dari
dosennya.
Ega
termasuk mahasiswa yang pintar dan memiliki prestasi yang cukup lumayan
dibanding rekan-rekan seangkatannya di Fakultas Hukum kampusnya, wajah yang
tampan, tinggi dan berat tubuh yang ideal, tajir sehingga tak jarang banyak wanita di kampusnya
yang suka mengejar-ngejar cintanya, namun sejak perceraian kedua orang tuanya,
jalan hidup Ega mulai berubah, semakin tak tentu arah, tidak ada yang bisa
merasakan dan mendengar jeritan hatinya, ia semakin kalut dengan kondisi keluarganya,
sedangkan ilmu agama tak pernah sedikitpun ditanamkan kepada nya sejak pertama
kali ia melihat matahari. Kini ia hanya tinggal bersama ayahnya dan seorang
pembantu bernama bi Inah, sedangkan ibunya kini sudah menikah lagi dengan rekan
bisnisnya dan telah tinggal di Singapura.
“Kringggggg...”
suara jam weker berteriak keras seakan-akan terus mencoba membangunkan Ega yang
masih asyik dalam dunia mimpinya, sedangkan diluar sana matahari sudah
menyingsing dan memancarkan sinarnya. Berkali-kali jam itu berbunyi dan
“astaga....” Ega kaget dan terbangun, dilihatnya jam itu “ahhh siall..gua
telat..gua telat...” langsung ia berbegas menuju kamar mandi dan mempersiapkan segalanya.
Beberapa menit kemudian ia pun sudah siap “loh den...kok nggak sarapan dulu??”
“duhh bi..nggak sempat..aku telat..” sambil mengikat tali sepatunya dan duduk
di sofa ruang tamu. “yoo..opo nggak laper toh den, ntar maagnya kambuh loh??” “iya
bi..terima kasih..ntar aja dehh aku makan di kampus ya” “nahhh ntar malam baru
bibi masak yang enak ya..hehe” “sippp den..dijamin masakan bibi nggak kalah
sama masakan restoran hehe” “hehe..bibi emang TOP BGT dah” “hah?? Apa tuh TOP
BGT den???” “ahh bibi nggak gaul ah..Top Banget bi hehe” “wealah..hehe maklum wong
ndeso den nggak ngerti sama bahasa anak muda zaman sekarang” “hehe..nahh kali
ini kan aku ajarin bibi, ntar klo bibi cuti pulang ke kampung, klo bibi memuji
seseorang bilang aja TOP BGT hehe” “lha..ntar klo orangnya nggak ngerti den, piye??”
“ya bibi bilang aja wong ndeso, katrok..masa nggak ngarti?? Hehe” “weladalah..den
Ega bisa saja hehe”
“ya
udah aku berangkat ya bi, dahh..dahhh...” “iya den ati-ati dijalan ya!!!” “ok
bi..pasti itu” terdengar suara motor Kawasaki Ninja 250 cc yang perlahan-lahan
mulai menghilang dari pendengaran bi Inah yang sedari tadi terus memandangi
kepergian Ega hingga lenyap dari pandangannya. Bi Inah sudah lama bekerja di
keluarga ini, sejak Ega masih kecil, ia lah yang merawat dan membesarkan Ega,
sedangkan ibu Ega terlalu sibuk dengan urusan bisnisnya, begitu pula dengan
ayahnya yang jarang sekali berada di rumah. Ega sangat sayang sekali dengan bi
Inah, ia sudah menganggap bi Inah seperti ibu kandungnya sendiri, dengan bi
Inah lah, Ega bisa merasakan kehangatan belaian seorang ibu, dengan bi Inah lah
Ega merasa ada yang memperhatikannya, menasehatinya dan membimbingnya. Sedangkan
kedua orang tuanya hanya sesekali bertemu dengan Ega, itu pun hanya memberikan
uang jatah untuk jajan dan pendidikan Ega. Namun bagi Ega bukan itu yang ia
mau, yang Ega butuhkan bukan hanya sekedar materi tapi perhatiaan dan kasih
sayang kedua orang tua.
Ega
memang tak pernah sekali pun mendapatkan pengetahuan dan ilmu agama secara
mendalam, yang ia tahu hanya dasar-dasarnya saja dan itupun hanya ia dapatkan
ketika masih duduk di bangku sekolah SD, SMP dan SMA, sedangkan di rumah tidak
ada satupun yang membimbingnya untuk mendalami ilmu agama yang ia peroleh di
bangku sekolah tersebut, kewajiban dalam agama pun jarang sekali ia laksanakan.
Sejak kecil memang bi Inah ingin sekali mengajari Ega sholat dan mengaji, namun
bi Inah takut melangkahi wewenang kedua orang tua nya, sehingga bi Inah hanya
diam dan terus melakukan ibadahnya sambil berharap jika melihat dan
memperhatikan, Ega juga mau ikut melaksanakan ibadah dan berharap kepada Allah
SWT untuk memberikan hidayah-Nya dan membuka mata hatinya.
“Selamat
pagi pak” sapa Ega ketika mencoba memberanikan diri memasuki ruang kelas yang
sudah terlihat penuh sesak dipenuhi mahasiswa yang dengan konsen mengikuti
perkuliahan. “selamat siang” dengan penuh ketus pak Panca menjawab salam Ega. “maaf
pak, saya terlambat soalnya tadi jalanan macet banget trus...” belum selesai
Ega memberikan alasan, langsung dipotong oleh pak Panca yang wajahnya terlihat
sangat tidak bersahabat “ahhh..sudahlah..terlalu banyak alasan saudara,
silahkan tunggu diluar..!!!” dengan kejamnya pak Panca mengusir Ega yang sudah
terlihat berkeringat dingin. “tapi pak..lebih baik datang terlambat daripada
tidak masuk sama sekali kan??” tanpa sedikit pun menjawab pembelaan Ega, pak
Panca hanya membisu dan menunjukkan jari telunjuk kanannya ke arah pintu.
Dengan
langkah yang gontai Ega melangkah menuju kantin kampus yang terlihat ramai
dengan mahasiswa yang sedang asyik berbincang dan menyantap setiap hidangan
yang dipesan. “bu..cappucino panasnya satu ya” sambil menikmati cappucino panasnya
dan sambil menghisap sebatang rokok, ia mencoba menghubungi Angga. Berkali kali
ia menelpon, namun tak sedikitpun ada tanda-tanda telpon Ega dijawab.
“ahh..sudahlah..pasti dia masih molor..tu anak kan emang nggak pernah bangun
pagi, bisa kiamat dunia ini klo dia bangun pagi hehe” bergumam dalam hati Ega
jika mengingat kelakukan sobat karibnya itu, sambil sedikit tersenyum tipis
kembali ia isap sebatang rokoknya yang sedari tadi ia letakkan disebuah asbak kaca
diatas meja makan kantin itu.
Sambil
terus bengong dan merasa sedikit kecewa dengan perlakukan pak Panca, Ega
mencoba menenangkan emosi dan perasaannya, sesekali dihirupnya nafas
dalam-dalam, “ahh..sudahlah..mending pulang aja, lanjutin tidur..dari pada
bengong disini...bikin bete” baru saja Ega hendak berdiri dari kursinya, tanpa
sengaja dan entah mengapa tiba-tiba matanya mengarah kepada seorang gadis yang
bisa membuat Ega tertegun tak berkedip. “hawww...anak mana nehhh??” seperti
orang gila, Ega hanya bisa berbicara sendiri, kagum dan merasa heran dengan apa
yang baru saja dilihatnya. Ega memang terkenal dikalangan mahasiswi sebagai
mahasiswa favorit karena parasnya dan kegagahannya. Bukan sombong atau angkuh,
namun bagi Ega mahasiswi yang selama ini banyak mengejar dan ngefans berat
dengannya, baginya hanyalah hal biasa dan bahkan Ega tak sedikitpun memiliki
perasaan yang sama dengan mahasiswi-mahasiswi tersebut, bagi Ega mereka semua
lebay, hanya mencari kesenangan dan hura-hura.
Namun
kali ini benar-benar berbeda, Ega tak pernah mengalami hal seperti ini, kagum
dan penuh ketakjuban melihat paras gadis itu, seakan-akan tersengat dan terbius
pesonanya, Ega pun semakin sulit menjelaskan dengan kata-kata. Jantungnya
berdenyut keras, dadanya berasa bergetar hebat “ya Tuhan..inikah Bidadari yang
selama ini ku cari?? Tapi bagaimana mungkin aku bisa jatuh cinta padanya, ia
terlihat begitu muslimah, santun, lembut, pakaiannya begitu tertutup, bahkan
mungkin dalam hidupnya tak pernah mengenal lelaki, sedangkan aku..pengetahuan
agama ku begitu dangkal, apa yang terjadi pada ku??”
Masih
dalam keadaan heran dengan dirinya sendiri, instingnya sedikit bekerja, segera
diambilnya Black Berry (BB) disakunya, dan di fotonya gadis itu dari jauh
“pas..perfect”. Ingin sekali Ega mendekati gadis tersebut dan menyapanya, namun
segera diurungkan niatnya “ahh..belum saatnya..tapi aku janji pada diri ku
sendiri, suatu hari nanti aku pasti akan mengenalnya”.
Bersambung...!!!!
^_^
(Bagaimanakah
kelanjutan ceritanya?? Apakah Ega akan mengenal dan mendapatkan cinta Gadis
yang baru saja dilihatnya dan mampu membuat perubahan pada jalan hidunya??
Nantikan kelanjutannya dalam Jilbab
berbuah Cinta dan Taubat...(Part II) Salam ^_^
Donny Syach El
Shirazy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar